Ketentuan Penerapan Managemen Risiko bagi BPR
Tanggal 3 November 2015 Otoritas Jasa Keuangan telah menetapkan Peraturan nomor 13/POJK.03/2015 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Perkreditan Rakyat, yang diundangkan pada tanggal 12 November 2015 oleh Menteri Hukum dan HAM RI. Dengan demikian ketentuan penerapan manajemen risiko telah resmi diberlakukan sejak tanggal 12 November 2015.
Penerapan manajemen risiko merupakan salah satu upaya memperkuat kelembagaan dan meningkatkan reputasi industri Bank Perkreditan Rakyat sesuai dengan arah kebijakan pengembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Persaingan bisnis yang semakin ketat dan meningkatnya aktivitas bisnis yang makin kompleks tentu saja tingkat potensi risiko yang dihadapi oleh perbankan, khususnya BPR juga semakin meningkat.
Dengan dikeluarkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nomor 13/POJK.03/2015 ini diharapkan dapat menciptakan sektor keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil serta memiliki daya saing yang tinggi.
OJK mewajibkan semua BPR menerapkan manajemen risiko paling sedikit meliputi:
- Pengawasan Direksi dan Dewan Komisaris.
- Kecukupan kebijakan, prosedur, dan limit yaitu:
a) Kebijakan Manajemen Risiko;
b) Prosedur Manajemen Risiko; dan
c) Penetapan limit Risiko. - Kecukupan proses dan sistem yaitu:
a) Proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko; dan
b) Sistem informasi Manajemen Risiko. - Sistem pengendalian intern yang menyeluruh.
Mengingat volume usaha BPR sangat bervariasi dan keterbatasan jumlah SDM, maka OJK membolehkan BPR menerapkan manajemen risiko yang disesuaikan dengan kecukupan modal dan volume usahanya.
- BPR yang memiliki modal inti paling sedikit Rp 50 miliar, wajib menerapkan menajemen risiko dengan cakupan:
a. Risiko kredit;
b. Risiko operasional;
c. Risiko kepatuhan;
d. Risiko likuiditas;
e. Risiko reputasi; dan
f. Risiko stratejik.
Apabila aset BPR kurang dari Rp 300 miliar dan memiliki kurang dari 10 kantor cabang dan tidak melalukan kegiatan sebagai penerbit kartu ATM atau kartu Debit, maka wajib paling sedikit menerapkan manajemen risiko dengan cakupan:
a. Risiko kredit;
b. Risiko operasional;
c. Risiko kepatuhan;
d. Risiko likuiditas.
- BPR yang memiliki modal inti paling sedikit Rp 15 miliar namun kurang dari Rp 50 miliar diwajibkan menerapkan manajemen risiko dengan cakupan:
a. Risiko kredit;
b. Risiko operasional;
c. Risiko kepatuhan;
d. Risiko likuiditas.
Apabila BPR memiliki aset paling sedikit Rp 300 miliar dan memenuhi kriteria
- memiliki paling sedikit 10 kantor cabang, dan atau
- melakukan kegiatan sebagai penerbit kartu ATM atau kartu Debit
Maka wajib paling sedikit menerapkan manajemen risiko berikut :
a. Risiko kredit;
b. Risiko operasional;
c. Risiko kepatuhan;
d. Risiko likuiditas;
e. Risiko reputasi; dan
f. Risiko stratejik.
- BPR yang memiliki modal inti kurang dari Rp. 15 miliar diwajibkan menerapkan manajemen risiko dengan cakupuan:
a. Risiko kredit;
b. Risiko operasional;
c. Risiko kepatuhan.
Pengawasan Direksi dan Dewan Komisaris
Dalam penerapan manajemen risiko, maka BPR wajib menetapkan wewenang dan tanggung jawab yang jelas pada setiap jenjang jabatan yang terkait dengan manajemen risiko.
Kewenangan dan tanggung jawab Direksi paling sedikit meliputi:
- Menyusun kebijakan dan pedoman penerapan Manajemen Risiko secara tertulis;
- Mengevaluasi dan memutuskan transaksi yang memerlukan persetujuan Direksi;
- Mengembangkan budaya Manajemen Risiko pada seluruh jenjang organisasi;
- Memastikan peningkatan kompetensi sumber daya manusia yang terkait dengan Manajemen Risiko;
- Memastikan bahwa fungsi Manajemen Risiko telah beroperasi secara independen; dan
- Bertanggung jawab atas:
1) Pelaksanaan kebijakan Manajemen Risiko; dan
2) Eksposur Risiko yang diambil BPR secara keseluruhan.
Sedangkan Kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris paling sedikit meliputi:
- Menyetujui dan mengevaluasi kebijakan Manajemen Risiko;
- Memastikan penerapan Manajemen Risiko oleh Direksi;
- Mengevaluasi pertanggungjawaban Direksi atas pelaksanaan kebijakan Manajemen Risiko; dan
- Mengevaluasi dan memutuskan permohonan Direksi yang berkaitan dengan transaksi yang memerlukan persetujuan Dewan Komisaris.
Kebijakan Manajemen Risiko
Kebijakan Manajemen Risiko paling sedikit meliputi:
a. Penetapan Risiko yang terkait dengan kegiatan usaha, produk, dan layanan BPR;
b. Penetapan sistem informasi Manajemen Risiko;
c. Penentuan limit dan penetapan toleransi Risiko;
d. Penetapan penilaian peringkat Risiko;
e. Penyusunan rencana darurat (contingency plan) dalam kondisi terburuk; dan
f. Penetapan sistem pengendalian intern dalam penerapan Manajemen Risiko.
Prosedur Manajemen Risiko
BPR harus memiliki prosedur manajemen risiko paling sedikit meliputi:
- Jenjang delegasi wewenang dan pertanggungjawaban yang jelas;
- Dokumentasi prosedur dan
- Penetapan limit Risiko secara memadai, yang antara lain:
a. Limit secara keseluruhan;
b. Limit per jenis Risiko; dan
c. Limit per aktivitas fungsional tertentu yang memiliki eksposur Risiko.
PROSES MANAJEMEN RISIKO
Proses manajemen risiko meliputi:
- Identifikasi
- Pengukuran
- Pemantauan
- Pengendalian
Supaya proses manajemen risiko dapat berjalan dengan baik, maka wajib didukung oleh:
- Sistem informasi manajemen yang memadai; dan
- Laporan yang akurat dan informatif mengenai kondisi keuangan BPR, kinerja aktivitas fungsional dan eksposur Risiko BPR.
Identifikasi Risiko
Proses identifikasi risiko paling sedikit dilakukan dengan cara analisis terhadap:
a. Karakteristik Risiko yang melekat pada BPR; dan
b. Risiko dari kegiatan usaha, produk, dan layanan BPR.
Pengukuran Risiko
Proses pengukuran risiko dilakukan dengan:
- Evaluasi terhadap kesesuaian asumsi, sumber data, dan prosedur yang digunakan untuk mengukur Risiko; dan
- Penyesuaian terhadap proses pengukuran Risiko apabila terdapat perubahan yang bersifat material pada kegiatan pelayanan BPR, produk, dan faktor Risiko.
Pemantauan Risiko
Pemantauan risiko meliputi:
- Evaluasi terhadap eksposur Risiko; dan
- Penyesuaian proses pelaporan apabila terdapat perubahan yang bersifat material pada kegiatan usaha BPR, produk, faktor Risiko, teknologi informasi, dan sistem informasi Manajemen Risiko.
Pengendalian Risiko
Setelah dilakukan identifikasi, pengukuran dan pemantauan, maka pengendalian risiko merupakan langkah-langkah antisipasi terhadap terjadi risiko-risiko bagi BPR.
SISTEM INFORMASI MANAJEMEN RISIKO
Dalam rangka penerapan manajemen risiko, BPR harus memiliki sistem informasi yang paling sedikit dapat menghasilkan laporan dan informasi:
- Eksposur Risiko;
- Kepatuhan terhadap kebijakan Manajemen Risiko
- Kepatuhan terhadap prosedur Manajemen Risiko dan penetapan limit Risiko; dan
- Realisasi penerapan Manajemen Risiko dibandingkan dengan target yang ditetapkan.
SISTEM PENGENDALIAN INTERN
BPR wajib melaksanakan sistem pengendalian intern yang menyeluruh secara efektif terhadap pelaksanaan kegiatan usaha dan operasional pada seluruh jenjang organisasi BPR yang mampu mendeteksi kelemahan dan penyimpangan yang terjadi, secara tepat waktu.
Sistem pengendalian menyeluruh yang dimaksudkan dalam POJK tersebut, paling sedikit mencakup:
- Kesesuaian sistem pengendalian intern dengan jenis dan tingkat Risiko yang melekat pada kegiatan usaha dan jenis layanan BPR;
- Penetapan wewenang dan tanggung jawab untuk pemantauan kepatuhan kebijakan Manajemen Risiko;
- Penetapan wewenang dan tanggung jawab untuk pemantauan kepatuhan prosedur Manajemen Risiko dan penetapan limit Risiko;
- Penetapan jalur pelaporan dan pemisahan fungsi yang jelas;
- Struktur organisasi yang menggambarkan secara jelas kegiatan usaha BPR;
- Pelaporan keuangan dan kegiatan operasional yang akurat dan tepat waktu;
- Kecukupan prosedur untuk memastikan kepatuhan BPR terhadap peraturan perundang-undangan;
- Dokumentasi secara lengkap dan memadai; dan
- Verifikasi dan reviu terhadap sistem pengendalian intern.
KELENGKAPAN ORGANISASI DAN FUNGSI MANAJEMEN RISIKO
Ketentuan kelengkapan organisasi berdasarkan POJK ini adalah:
1. BPR yang memiliki modal inti paling kurang Rp. 80 miliar, wajib memiliki:
- Komite Manajemen Risiko, dan
- Satuan Kerja Manajemen Risiko
2. BPR yang memiliki modal inti paling sedikit Rp 50 miliar, namun kurang dari Rp 80 miliar, wajib memiliki:
- Satuan Kerja Manajemen Risiko
dalam hal diperlukan, dapat saja membentuk Komite Manajemen Risiko.
3. BPR yang memiliki modal inti kurang dari Rp. 50 miliar, wajib menunjuk satu Pejabat Eksekutif yang bertanggung jawab penerapan fungsi manajemen risiko.
Pembentukan Komite Manajemen Risiko, Satuan Kerja Manajemen Risiko serta Pejabat Eksekutif wajib dibentuk paling lambat 31 Des 2017.
Komite Manajemen Risiko
Komite manajemen risiko paling sedikit terdiri dari:
- Mayoritas Direksi
- Pejabat Eksekutif terkait
Wewenang dan tanggung jawab Komite Manajemen Risiko adalah memberikan rekomendasi kepada Direktur Utama yang paling sedikit meliputi:
- Penyusunan kebijakan dan pedoman penerapan Manajemen Risiko;
- Perbaikan dan/atau penyempurnaan pelaksanaan Manajemen Risiko berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan Manajemen Risiko; dan
- Pertimbangan dan/atau penetapan hal-hal yang terkait dengan keputusan operasional yang menyimpang dari prosedur normal.
Satuan Kerja Manajemen Risiko / Pejabat Eksekutif
Sedangkan Satuan Kerja Manajemen Risiko serta Pejabat Eksekutif bertanggung jawab langsung kepada Direksi yang membawahkan fungsi manajemen risiko.
Tugas dan tanggung jawabnya adalah:
- Pemantauan pelaksanaan kebijakan dan pedoman penerapan Manajemen Risiko yang telah disetujui oleh Direksi;
- Pemantauan posisi Risiko secara keseluruhan, per jenis Risiko, dan per jenis aktivitas fungsional;
- Pengkajian usulan penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru;
- Penyampaian rekomendasi kepada satuan kerja atau pegawai yang menangani fungsi operasional dan Komite Manajemen Risiko, sesuai kewenangan yang dimiliki; dan
- Penyusunan dan penyampaian laporan profil Risiko secara berkala kepada anggota Direksi yang membawahkan fungsi Manajemen Risiko dan Komite Manajemen Risiko.
PENGELOLAAN RISIKO PRODUK & AKTIVITAS BARU
Dalam rangka pengelolaan Risiko yang melekat pada penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru, BPR wajib memiliki kebijakan dan prosedur secara tertulis.
Kriteria penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru BPR adalah penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas yang:
- Tidak pernah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh BPR; atau
- Telah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh BPR namun dilakukan pengembangan yang mengubah atau meningkatkan seluruh Risiko atau Risiko tertentu BPR.
Kebijakan dan prosedur tersbut meliputi:
- Penetapan Risiko produk dan aktivitas baru;
- Identifikasi seluruh Risiko yang terkait dengan produk dan aktivitas baru;
- Analisis aspek hukum untuk masing-masing produk dan aktivitas baru;
- Sistem dan prosedur operasional serta kewenangan dalam pengelolaan produk dan aktivitas baru;
- Sistem informasi akuntansi untuk produk dan aktivitas baru; dan
- Masa uji coba metode pengukuran dan pemantauan Risiko terhadap produk dan aktivitas baru.
RENCANA TINDAK MANAJEMEN RISIKO
Untuk pelaksanaan pertama kalinya, BPR diwajibkan menyusun Rencana Tindak (Action Plan) dan menyampaikannya kepada OJK selambat-lambatnya 30 Juni 2016. Di dalam penyusunan rencana tindak tentu harus memperhatikan batas waktu pembentukan Komite Manajemen Risiko, Satuan Kerja Manajemen Risiko dan Pejabat Eksekutif.
Batas waktu penyelesaian rencana tindak tersebut diatur sbb:
- 30 Juni 2018 untuk BPR yg memiliki modal inti paling kurang Rp. 50 miliar
- 30 Juni 2019 untuk BPR yg memiliki modal inti kurang dari Rp. 50 miliar
PELAPORAN
BPR diwajibkan menyampaikan laporan-laporan berikut kepada OJK dengan menggunakan format, petunjuk penyusunan, dan tata cara penyampaian laporan yang diatur berdasarkan Surat Edaran OJK:
- Laporan Rencana Tindak paling lambat 30 Juni 2016.
- Laporan Realisasi rencana tindak penerapan Manajemen Risiko setiap semester, yaitu 31 Juli (semester 1) dan 31 Januari (semester 2), untuk pertama kalinya adalah laporan semester 1 2017.
- Laporan Profil Risiko setiap semester, yaitu 31 Juli (semester 1) dan 31 Januari (semester 2), yang untuk pertama kalinya
Bagi BPR yg memiliki modal inti paling kurang Rp 50 miliar atau kurang dari Rp 50 miliar namun memiliki paling kurang 10 cabang atau melakukan kegiatan penerbitan kartu ATM atau kartu Debit, maka menyampaikan laporan profil risiko untuk:
- 2018 semester 2, risiko kredit, risiko operasional dan risiko kepatuhan
- 2020 semester 2, risiko kredit, risiko opeasional, risiko likuiditas, risiko kepatuhan, risiko reputasi dan risiko stratejik.
Bagi BPR yang memiliki modal inti paling kurang Rp 15 miliar dan kurang dari Rp 50 miliar atau memiliki modal inti paling kurang Rp 50 miliar namun jumlah kantor cabang tidak melebihi 10, maka menyampaikan laporan profil risiko untuk:
- 2019 semester 2, risiko kredit dan risiko operasional
- 2021 semester 2, risiko kredit, risiko operasional, risiko likuiditas dan risiko kepatuhan
Bagi BPR yang memiliki modal inti kurang Rp 15 miliar, maka menyampaikan laporan profil risiko untuk:
- 2019 semester 2, risiko kredit
- 2021 semester 2, risiko kredit, risiko operasional, dan risiko kepatuhan
- Laporan rencana penerbitan produk dan aktivitas baru paling lambat 30 hari sebelum pelaksanaan penerbitan.
- Laporan realiasi penerbitan produk dan aktivitas baru paling lambat 10 hari setelah pelaksanaan penerbitan.
- Laporan profil Risiko lain dalam hal terdapat kondisi yang berpotensi menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap kondisi keuangan BPR.